mezurashi smile

mezurashi smile

Rabu, 29 Juni 2011

deret angka, pola dan masalah

bermain deret angka terkadang menjadi hiburan tersendiri bagi saya. model matematika ini biasa kita temukan saat mengerjakan soal soal tes potensi akademik, tes CPNS dan juga tes intelegensi. perintah soalnya sederhana, dimana kita hanya diminta untuk mengisi angka yg paling tepat untuk deret kesekian dari deret angka yang sudah ada sebelumnya. berbeda dengan logaritma, trigonometri, statistik dan “anak-anak” keturunan “mbah” matematika lainnya, deret angka tidak memiliki rumus yang mengikat. kita juga tidak harus menggunakan kalkulator atau penjabaran rumus yg panjang. singkatnya, deret angka dapat dikerjakan oleh siapapun -bahkan untuk orang-oarng yang tidak menyukai atau tidak begitu menguasai matematika. semua yang kita butuhkan hanyalah konsentrasi dalam memahami pola.
ya.. POLA. untuk itu mengapa saya sangat menyukai deret angka. menurut saya, pola yang harus kita temukan saat mengerjakan soal deret angka dapat menjadi simulasi yang cukup efektif untuk melatih kemampuan kita dalam memecahkan masalah.ini adalah tentang kepekaan kita dalam melihat masalah yang tersembunyi dibalik setiap angka dalam suatu deret, konsentrasi kita dalam mencari detail perbandingan setiap angka serta kecakapan dalam menarik kesimpulan akan rumus yang paling tepat. dan untuk itu, terkadang saya memuaskan kebutuhan iseng saya dengan bermain deret angka dengan teman-teman. semuanya terasa menyenangkan dan cukup menantang dimana sebagian soal berhasil saya taklukan sementara sebagian lainnya cukup tangguh sehingga saya butuh “rekan” untuk menyelesaikannya. hingga akhirnya suatu hari, saat bermain saya menemukan “sesuatu” untuk direnungkan kembali….
saat itu saya mendapat partner bermain yang memiliki sikap iseng diatas rata-rata orang normal. ia mendapat kesempatan untuk membuat soal deret yang harus saya selesaikan. ketika soal diberikan kepada saya, 5 sampai 2 sampai 5 menit pertama saya hanya diam memperhatikan soal.ada beberapa pola yg sudah saya dapatkan, tetapi masih ada kejanggalan didalamnya. akhirnya saya mengabaikan sedikit kejanggalan itu dan menjawab angka deret selanjutnya. saat memberikan jawaban, dia malah tertawa dan berkata “kok dijawab sih, kan gue buat soalnya ngasal. emang ketemu polanya?”. bukannya bereaksi kesal karena telah menjadi korban keisengan dia, saya malah berusaha ngejabarin pola yang bisa saya temukan dari “deretangka iseng” yang dibuatnya. lalu pada akhirnya, kami baru tertawa bersama….
kejadian ini cukup mengusik saya setelahnya. fakta bahwa adakalanya sesuatu yang terjadi tanpa pola / sesuatu yang terjadi dengan tidak disengaja (tidak menggunakan rumus) ternyata dapat dilihat oleh kacamata lain sebagai sesuatu yang berpola dan memiliki rumus yang bisa dipecahkan. dan mungkin karenanya, terkadang kita membuat masalah yang sebenarnya tidak ada. kondisi kita yang sudah terbiasa dengan pemecahan pola membuat kita menjadi terlalu berhati-hati dan terlalu mempertimbangkan stimulus yang ada sebagai suatu rumusan masalah. lebih mudahnya, akan saya coba jabarkan dalam fenomena sehari-hari ini.
seorang perempuan (kita sebut saja Lady A) yang memiliki pacar yang cuek (Mr.B). suatu hari dia tidak mengangkat telpon karena sedang sibuk. ia juga membatalkan makan siang bersama karena sedang sibuk. lalu sahabat si Lady A menceritakan padanya bahwa ia melihat Mr B berjalan di mall dengan perempuan lain. esoknya Mr B berusaha menebus kesalahannya (karena kesibukannya kemarin) dengan menraktir Lady A.
bagi lady A, yang telah terbiasa mencari dan menggabungkan detail dalam setiap persoalan dalam hidupnya, keadaan diatas dapat diinterpretasikan sebagai suatu pola yang tidak menyenangkan. ia menganggap Mr. B tidak mengangkat telpon dan tidak mau makan siang dengannya karena ia berselingkuh. kesimpulan ini dikuatkan oleh detail lain yang telah ia dapatkan dari cerita sahabatnya dan bahkan semakin dikuatkan oleh sikap Mr.B yg penuh rasa bersalah dan tiba-tiba memanjakannya dengan traktiran. nah.. suatu pola telah terbentuk.
sementara itu, dari pihak Mr. B, ia merasa baik-baik saja. semua yang dia tau hanyalah kemarin ia benar-benar sibuk terutama saat harus bertemu dengan koleganya di mall. tidak ada pola. tidak ada masalah.
see?? tidak ada pola apa-apa yang dibentuk oleh Mr.B, tapi Lady A membacanya sebagai suatu pola. dan ia telah memecahkannya. dan kini ia mendapatkan masalah yang seharusnya tidak ada.
ini hanya satu cerita, dari banyak cerita yang mungkin bisa menjelaskan fenomena tak berpola ini. mungkin sebenarnya, dari sekian banyak masalah yang harus kita hadapi… ada beberapa diantaranya yang kita buat sendiri. yang kita buat dengan menggunakan kemampuan yang seharusnya kita gunakan untuk menyelesaikan masalah.. itulah hidup.. tidak ada rumusan yang pasti.

unfinished business

siang itu saya mencoba menghidupkan kembali "gaya saya yang sedang mati" di Jogja ini dengan mengunjungi perpustakaan fakultas psikologi UGM. pada mulanya saya mengganggap ini bukan ide yang terlalu baik. gimana kita bisa menghidupkan gaya ditempat yg bahkan hanya dengan berbisik aja kita udah kena imbas tatapan sinis dari para pembaca serius ? tapi ternyata anggapan ini segera berubah 180 derajat ketika saya menemukan buku tentang gestalt therapy. walaupun bukan termaksud mahasiswa yang rajin dan cemerlang cemerlang bgt, tapi sedikit banyak saya pernah membaca dan masih mengingat beberapa aturan main teori gestalt. singkat saja, saya terpaku pada kata "unfinished business" dan segala bla bla bla.. yang digunakan untuk mengurainya. saya jadi semakin tenggelam kedalam pemikiran-pemikiran Frederick perls mengenai incomplete form dan kawan2nya. sebuah laci lusuh dalam hippocampus saya mulai terbuka dan mengingatkan saya mengenai adanya faktor lain yang sering kita abaikan saat kita melangkah kedepan.
saat jarum pendek jam berhenti di angka 4, saya memilih untuk menyudahi bacaan saya dan bergegas bertemu dengan teman terunik saya, Indri. indri -yang memang telah melanjutkan pembelajaran psikologisampai jenjang s2- mempunyai peran penting sebagai pencetus dan pendorong saya untuk menuliskan tulisan ini. Tuhan memang maha cerdas, maha bijaksana, maha segalanya,,, tanpa terkondisi, tiba-tiba aja si indri ini mengajak saya berdiskusi mengenai psikologi transpersonal, metode pembelajaran di semester pertama s2, johari window dan sejenisnya yang akhirnya mengerucut juga pada pernyataan mengenai "unfinished business".
dia menjelaskan pada saya ttg pengkondisian kelas pada semester awal yang memang difokuskan pada penyelesaian masalah-masalah yg kita miliki. menurut para dosen, kita harus menyelesaikan segala unfinished business yang kita miliki sebelum kita terjun untuk terlibat dan membantu permasalahan orang lain. jadilah hawa semester awal para mahasiswa psikologi dipenuhi dengan melankoli, haru biru dan semacamnya. segala ocehan dan bekal sedikit bacaan yang saya tampung dalam memori saya akhirnya memunculkan pernyataan yang tidak bersifat baru, tetapi memang sering kita abaikan. lagi-lagi masih tentang unfisihed business :)
slama ini -saat berusaha melangkahkan kaki kedepan- kita hanya fokus pada modal apa yang kita punya. kita sering berbicara mengenai kecerdasan, minat, pengalaman, relasi dan segala metode untuk mencapai suatu kesuksesan. dan diantara semua daya upaya itu, kita sering meninggalkan jejak pada tempat yang pernah dipijak dengan urusan-urusan yang blum selesai. kita mungkin menghindari,berlari atau malah benar-benar melupakan dan mengabaikan urusan-urusan tersebut. padahal segala unfinished business ini juga menjadi salah satu faktor utama yang menentukan daya juang kita dalam meraih masa depan.
saat kita memiliki urusan -dalam bentuk apapun- yang blum selesai, maka kita tidak bisa memberikan 100% awareness yang kita miliki untuk permasalahan saat ini. disadari ataupun tidak, secara otomatis ada beberapa bagian dari kesadaran kita yg masih memfokuskan diri pada permasalahan terdahulu yang blum selesai dan masih menyimpan tanda tanya. tentunya ini akan sangat mempengaruhi kinerja dan segala usaha kita untuk meraih suatu kesuksesan. tanpa kita sadari, kita tidak pernah benar2 maksimal dalam menghadapi langkah didepan karena mengkhawatirkan akan apa yg ada dibelakang.
inilah fakta yang sering kita abaikan. hanya dalam beberapa jam, saya jadi banyak merenung mengenai kebenaran dari teori ini. apapun istilahnya dan bagaimanapun segala faham mencoba menjabarkannya, segala urusan yang blum selesai sangat layak untuk menjadi pertimbangan saat kita melangkah kedepan.
sudah waktunya kita memperhatikan dan memastikan bahwa jejak yang kita tinggal tidak memiliki awalan "un" sehingga kata yang terangkai hanya : finished business

Sabtu, 26 Februari 2011

cinta, obsesi atau rutinitas??

saat hubungan kasih sayang itu sudah terlalu lama dijalani
akankah itu masih disebut cinta?

kita saling menjaga satu sama lain
berusaha menjaga perasaan dan kepercayaan saat jauh
berkata "kita udah sejauh ini, kita g boleh udahin gitu aja" saat salah satu merasa ragu
menutup mata dari kemungkinan yang lebih baik.
bukankah itu obsesi??

kita juga bertemu setiap saat
menjalin komunikasi setiap waktu, tanpa ada atau tiadanya alasan
bertanya apabila ada perihal yang tidak biasa
mempermasalahkan saat salah satu dari kita berubah
mengkritik adanya kegiatan yang tiba-tiba tidak dilakukan
terusik dengan kebiasaan yang tidak dilakukan
bukankah itu rutinitas??

lalu dimana cinta nya??
apa obsesi dan rutinitas itu ada didalam identitas cinta?
apa keduanya bagian dari definisi cinta?
atau kita terlalu enggan untuk menyadari bahwa cinta itu sudah tidak ada?

Kamis, 09 Desember 2010

Average

setiap rapor ada nilai rata-ratanya
setiap test ada standarisasinya
setiap statistik deskriptif ada mean nya
dan setiap ujian ada standar minimalnya..

dunia ini dipenuhi dengan rata-rata. nilai tengah. ruang mayoritas. titik penentu. 
sejak kecil kita dibiasakan untuk berada dalam rata-rata. ulangan harian, ujian semester, ujian kelulusan semuanya menuntut kita untuk berada dalam atau melewati garis limit rata-rata. 
mengapa semuanya bertitik inti pada rata-rata? 
padahal pada kenyataannya manusia adalah pribadi yang berbeda.
apakah karena rata-rata mewakili objektifitas?
tapi bukankah  objektifitas tetap berawal dari subjektifitas.
apakah ini cara untuk meminimalisir perbedaan?
tapi bukankah perbedaan itu indah dan kaya.

pada akhirnya.. mungkin memang kita sebagai manusia yang harus menyadari..
bahwa kemampuan kita terbatas
kita mengenal istilah "tidak terhingga", tetapi tidak dapat menghitungnya
rata-rata telah menjadi satu tinta yang mempertegas keterbatasan kita.
keterbatasan kita untuk melihat, memahami dan menilai semuanya sebagai satu kesatuan yang berbeda-beda. 
mungkin untuk itu rata-rata ada.

work means for me (my adventure 261110)

wanita dan pekerjaan, dulu mungkin bukanlah dua kata yang berdamai. tapi saat ini wanita dan pekerjaan layaknya dua kata yang selalu bergandengan. tidak ada lagi pengecualian pertanyaan pekerjaan bila kita bergender wanita. pekerjaan sendiri memiliki banyak arti bagi si pekerja nya. dan tanpa saya sadari, ternyata saya mendapat satu lagi pembelajaran tentang arti pekerjaan -yang sayangnya- hampir dimiliki oleh mayoritas manusia. UANG.
ya.. siang ini saya mengikuti workshop yg membuka mata saya akan peran pekerjaan di mata manusia yaitu untuk menjadi pohon uang. saya cukup tercengang bahwa bagi sebagian besar pekerja, definisi pekerjaan yang ideal adalah pekerjaan yang tidak terlalu rumit tetapi dapat menghasilkan uang yang berlimpah. sedangkal itukah arti pekerjaan dalam kehidupan manusia?
tentunya masih ada golongan2 minoritas yang terkandung dalam masyarakat, yang memberi definisi lebih baik, integral dan berharga bagi pekerjaan. sebagian dari mereka menganggap pekerjaan yang ideal adalah saat semua potensi kita dapat berfungsi maksimal bagi orang lain. n Iam totaly agree with this statement!!

bagi saya.. pekerjaan yang ideal adalah saat kita melakukan apa yang kita cintai. pekerjaan adalah tentang belajar menjadi lebih baik dan mempraktikan apa yang telah dipelajari untuk kemaslahatan manusia. pekerjaan adalah ketika apa yang kita lakukan dapat mengukir senyum di bibir stiap individu dan meringankan beban individu lainnya. pekerjaan adalah tentang bergerak, melangkah dan menciptakan sesuatu..

dengan arti ini, maka pekerjaan tidak hanya akan memberikan kita kebahagiaan dan kenikmatan pada saat menerima gaji saja, tetapi pekerjaan akan memberikan kebahagiaan dan kenikmatan itu pada setiap waktu kita mengerjakannya..

doesnt exist war ?!?!!!??

terlahir sebagai wanita adalah anugrah bagi kita. kita memiliki kecantikan, keanggunan dan juga kekuatan yang tidak dimiliki pria manapun. tapi, sebagaimana segala hal yang selalu memiliki sisi lain, terlahir sebagai wanita juga dapat menjadi masalah bagi kita. hal ini dikarenakan kita terlahir dengan paduan hormon yang sayangnya sering membuat kita merasakan apa yang disebut dengan "imagery audience". kita merasa bahwa seluruh pasang mata di dunia mengamati kita, siap menilai, membandingkan dan menghakimi kita. hayalan ini terkadang membuat kita mengemas diri dan segera mengambil kuda-kuda untuk "berperang" dengan wanita-wanita lainnya agar menjadi yang lebih baik di mata para adam..
maka tanpa kita sadari, setiap wanita berperang dengan wanita lainnya. perang dengan perlengkapan make up, majalah, dan produk bermerk sebagai pedangnya, salon dan mall sebagai perisainya, dan laki-laki, keeksisan, pengakuan dan perhatian sebagai harta perang yang diperebutkan. tragic, isnt it? dan yang lebih parah dari semua itu adalah.. bahwa sebagian dari kita bahkan tidak menyadari bahwa ia sedang menyerang ataupun di serang. wow.. could you imagine that??
lalu apakah masih disebut perang apabila kedua belah pihak terkadang tidak menyadari peperangan itu? mungkin lebih tepat kita sebut sebagai doesnt exist war! peperangan yang sebenarnya tidak ada. peperangan yg hanya ada dalam khayalan para wanita yg ingin menjadi yang terbaik, tidak ingin ada yang lebih baik daripadanya, dan menganggap lawannya juga sedang bersiap menyerangnya.

maka sudah seharusnya kita berkaca. merenungkan apa yg ada di dalam benak kita. apa yg terlahir dari fikiran kita. hidup dalam perang, apa enaknya? bila ingin menjadi yang terbaik , maka jangan jadikan siapapun sebagai pembanding kita. remember girl.. setiap individu itu berbeda.. setiap individu itu special. trus menjadi yang terbaik bagi dirimu dan bukan menjadi seperti orang lain, menjadi lebih dari orang lain atau menjadi seperti sesuatu yang tidak kita sukai.

mulailah berfikir mengenai diri kita sebagaimana orang-orang yang mencintai kita berfikir. mulailah mencintai diri kita sendiri!  dorongan untuk menjadi yang terbaik harus slalu ada, tapi bukan dengan memerangi sekitar kita. coret kata perang dalam kamus kehidupan kita. ini bukan perang. hidup lebih berharga dari sekedar peperangan girls..